Rabu, 02 Maret 2011

KARMIL PESAWAT

PEMANFAATAN PESAWAT TANPA AWAK SEBAGAI PENGUMPUL DATA

GEOSPATIAL INTELIJEN DI WILAYAH PERBATASAN NEGARA

PENDAHULUAN

1. Umum.

a. TNI merupakan bagian elemen bangsa yang mempuyai tugas untuk mempertahankan keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam mempertahankan NKRI, TNI memerlukan banyak sekali komponen-komponen pendukung, salah satunya adalah peralatan dan perlengkapan guna menjalankan tugas. Alat perlengkapan yang dibutuhkan tidak hanya terbatas pada hal-hal yang pokok saja yang cenderung usang melainkan suatu peralatan dan perlengkapan yang cenderung modern dan merupakan suatu terobosan guna mengatasi masalah-masalah yang sulit dipecahkan.

b. Era globalisasi yang tanpa batas pada saat ini justru menimbulkan masalah-masalah yang sulit dipecahkan. Semakin maju negara semakin pintar juga masyarakatnya. Sebagai negara yang berdaulat sering kali menghadapi masalah yang merendahkan martabat bangsa seperti halnya masalah perbatasan antar negara yang sering kali ada upaya saling mengeklaim dan saling serobot. Berita-berita yang beredar dimedia masa semakin membuat warga masing-masing negara semakin emosi dan terprofokasi. Hal ini akan membahayakan stabilitas nasional apabila dibiarkan berlarut-larut tanpa ada solusi antar kedua belah pihak.

c. Data-data pelanggaran batas negara secara real time masih sangat susah untuk dikumpulkan mengingat wilayah perbatasan biasanya berada didaerah yang sulit dijangkau seperti di igir dan sungai yang berada ditengah-tengah hutan. Data yang berkaitan dengan kepentingan negara dan tidak diketahui semua orang dapat dikatakan sebagai data intelijen sedangkan data-data tersebut terkait dengan ruang yang ada dipermukaan bumi maka dapat disebut data geospatial intelijen. Salah satunya data-data tentang perbatasan dan segala aktivitasnya diperbatasan negara merupakan data-data geospatial inteligen. Untuk mendapatkan data geospatial inteligen perbatasan negara dapat melalui berbagai sumber antara lain citra satelit, foto udara, radar, orang yang ditugaskan sebagai mata-mata, maupun media perekam lainnya.

d. Pesawat tanpa awak merupakan salah satu wahana yang dapat digunakan sebagai pengumpul data geospatial intelijen. Pesawat tanpa awak dengan penggunaan yang tepat dapat membantu memantau wilayah perbatasan negara yang relatif panjang dan sulit dijangkau. Pesawat tanpa awak dapat digunakan sebagai salah satu sumber data pada posisi ditengah-tengah antara sesudah citra satelit atau foto udara dan sebelum menerjunkan mata-mata kemedan batas negara yang bermasalah.

2. Maksud dan Tujuan.

a. Maksud. Tulisan ini disusun dengan maksud untuk memberikan gagasan tentang pemanfaatan pesawat tanpa awak sebagai pengumpul data geospatial intelijen di wilayah perbatasan negara.

b. Tujuan. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pimpinan TNI dalam mengaktualisasikan kiprahnya dalam menjaga kedaulatan bangsa dan negara melalui pengawasan dan penjagaan wilayah perbatasan negara.

3. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Tulisan ini meliputi pembahasan tentang pemanfaatan pesawat tanpa awak sebagai pengumpul data geospatial intelijen di wilayah perbatasan negara serta segala kekurangan dan kelebihannya, dengan tata urut sebagai berikut :

a. Pendahuluan.

b. Latar belakang pemikiran.

c. Pengamanan wilayah perbatasan negara saat ini.

d. Pengamanan wilayah perbatasan negara yang diharapkan.

e. Pesawat Tanpa Awak

f. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

g. Pemanfaatan pesawat tanpa awak sebagai pengumpul data geospatial intelijen di wilayah perbatasan negara.

h. Penutup.

4. Metode dan Pendekatan. Tulisan ini disusun menggunakan metode deskriptif – analisis melalui pendekatan studi kepustakaan berdasarkan referensi tentang pesawat tanpa awak, geospatial intelijen dan perbatasan negara.

LATAR BELAKANG PEMIKIRAN

5. Umum. Kecenderungan untuk saling serobot kemudian mengklaim wilayah perbatasan negara semakin sering terjadi. Perebutan suumber daya alam merupakan salah satu faktor penyerobotan batas negara. TNI salah satu tiang penjaga kedaulatan negara tidak sepantasnya tinggal diam melihat fenomena yang terjadi. Untuk mejaga keutuhan NKRI, TNI telah melakukan segala daya dan upaya untuk mencegah berkurangnya tanah NKRI walaupun hanya sejengkal. Hal ini sesuai dengan amanat para pendiri bangsa yang dituangkan kedalam Pancasila dan UUD 1945.

6. Landasan.

a. Landasan Idiil. Pancasila merupakan landasan cita-cita perjuangan bangsa yang termuat dalam UUD 45 dan Amandemennya. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila diantaranya meliputi nilai-nilai keselarasan, kesenimbungan, kekeluargaan, persatuan dan kesatuan, kebersamaan yang senantiasa menjadi pedoman dalam penataan kehidupan berbangsa dan bernegara, baik sebagai pola pikir, pola sikap, maupun pola tindak bagi seluruh komponen bangsa dalam penyelenggaraan negara. Dalam aktualisasi peran TNI, Pancasila diletakkan sebagai pedoman yang bersifat dinamis.

b. Landasan Konstitusional. Keutuhan dan kedaulatan NKRI tidak terlepas dari sistem nasional seperti telah digariskan UUD 45 yang merupakan sumber hukum tertinggi di Indonesia. Pasal 30 ayat 2 menegaskan bahwa upaya pertahanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta yang menempatkan TNI sebagai kekuatan utama. Keikutsertaan masyarakat dalam upaya pertahanan negara tidak boleh diartikan sebagai pelepasan tanggung jawab TNI, tetapi harus diartikan sebagai wujud demokratisasi bidang pertahanan, yang berarti bahwa upaya pertahanan negara harus dilakukan oleh seluruh komponen bangsa dengan TNI sebagai kekuatan utama. Kemudian ayat 3 secara tegas menggariskan tugas bagi TNI sebagai alat negara adalah mempertahanankan, melindungi dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Kedua ayat tersebut memberikan legitimasi formal bagi TNI sebagai pemimpin dalam menjalankan kewajiban pertahanan negara. Kewajiban ini harus dilaksanakan secara bersam-sama dengan seluruh rakyat yang didasarkan persatuan dan kesatuan bangsa.

c. Landasan Konsepsional.

1) Wawasan Nusantara. Adalah cara pandang abngsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya serta bagaimana bangsa Indonesia mengekpresikan dirinya di dalam lingkungannya yang senantiasa berubah. Menurut Lemhanas, wawasan nusantara juga dapat diartikan sebagai cara pandang bangsa Indonesia dalam memanfaatkan konstelasi geografi, sejarah dan kondisi sosial budaya unutk mewujudkan segala dorongan dan rangsangan ke dalam kondisi usaha pencapaian aspirasi bangsa yang dirumuskan dalam konsep perjuangan sebagai cita-cita nasional. Sebagai konsep nasional, wawasan nusantara harus mewadai kebhinekaan Indonesia. Orientasi kepemimpinan TNI terhadap wawasan nusantara berarti, bahwa TNI memandang dirinya sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia. Oleh karena itu TNI berkewajiban untuk membangun dan mengembangkan kepemimpinannya dalam kerangka persatuan dan kesatuan bangsa yang berubah secara dinamis dan mengakomodasikan kebhinekaan budaya.

2) Ketahanan Nasional. Merupakan kondisi dinamis bangsa yang berisi keuletan, ketangguhan dan mengandung kemampuan untuk menangkal dan menghadapi setiap ancaman, gangguan dan tantangan dari dalam maupundari luar negeri, secara langsung maupun tidak langsung. Ketahanan nasional merupakan suatu totalitas interaksi unsur-unsur kekuatan nasional yang membentuk keuletan dan ketangguhan bangsa. Sehingga kehidupan masyarakat, bangsa dan negara dipandang sebagai suatu sistem nasional yang terdiri dari jumlah sub sistem yang saling mengkait. Untuk menciptakan ketahanan yang tangguh peranan pimpinan TNI sangat dibutuhkan, oleh sebab itu kepemimpinan harus diaktualisasikan sesuai dengan kondisi strategi saat ini.

7. Paradigma TNI.

a. Redefinisi. Pendifinisian Dwi Fungsi TNI pada masa reformasi telah diubah terminologinya menjadi peran TNI. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari salah tafsir yang selama ini mengidentifkan dengan kekaryaan. Istilah peran TNI mengandung pemahaman adanya integrasi fungsi Hankam dan sosial politik sehingga menghilangkan kesan adanya dikotomis dan distingtif kedua fungsi tersebut.

b. Reposisi. Dari redefinisi yang diformulasikan, penataan posisi TNI diletakkan pada wacana kehidupan bangsa, yang berpangkal dan berujung titik kebebasan dan transparansi sebagai kosa kata reformasi dengan ketertiban dan kepastian sebagai pagar kebebasan. Pengambilan posisi tersebut menggambarkan, betapa TNI bersifat pro aktif dalam terwujudnya kehidupan yang demoktratis, selain itu juga TNI konkren dalam penegakan kepastian hukum.

c. Reaktualisasi. Dalam reaktualisasi akan dituangkan upaya penataan kembali implementasi TNI pada masa mendatang sudah menjadi komitmen TNI untuk menerapkan perannya di masa depan secara tepat sesuai perkembangan dan aspirasi masyarakat.

d. Peran TNI.

1) Mempertahankan kedaulatan dan integritas negara tehadap ancaman luar.

2) Menjaga pertahanan negara terhadap ancaman dari dalam negeri.

3) Memberi sumbangan dharma bhakti dalam pembangunan bangsa.

4) Turut serta secaa aktif mengembangkan demokrasi dan mengantar masyarakat Indonesia menuju masyarakat madani sesuai UUD 45 dan Pancasila.

5) Turut serta secara aktif meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti yang seluas-luasnya.

6) Turut serta secara aktif dalam tugas-tugas pemeliharaan perdamaian dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.

PENGAMANAN PERBATASAN NEGARA SAAT INI

8. Umum. Sebagai alat pertahanan negara, TNI mempunyai tugas mengamankan negara dari berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang akan mengkoyak keutuhan negara dan bangsa. Mengawasi dan menjaga perbatasan negara merupakan salah satu bentuk untuk menjaga keutuhanan negara dan bangsa. Tinjauan historis terhadap bentuknya “ Negara Bangsa” telah melahirkan pemahaman tentang konsep persatuan dan kesatuan yang merupakan kekuatan moral bagi perjuangan bangsa Indonesia untuk menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam kontek itulan peran TNI diletakkan sebagai elemen yang esensial, berjuang bersama komponen bangsa lainnya dalam memelihara dan menegakkan kedaulatan bangsa. Dalam perkembangannya, peran TNI sendiri mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan dinamika sistem ketatanegaraan dan tuntutan sejarah. Berbagai penyimpangan peran yang telah dilakukan TNI terus berjalan tanpa ada koreksi karena ‘Bergaining Power’ yang diperoleh berdasarkan legitimasi pragmatis. Sehingga ketika era reformasi bergulir bersama arus globalisasi yang tak terbendung, peran TNI mengalami kilas balik. Pada masa kilas balik ini TNI kembali pada fungsinya saat dilahirkan oleh pendiri-pendiri bangsa bahwasannya TNI merupakan alat pertahanan dan bukan alat politik. Dinamika ini membuat TNI untuk berbenah diri untuk menciptakan essensial force dihadapkan dengan anggaran yang ada.

9. Peran Utama. TNI sebagai alat pertahanan negara mendapat legitimasi formal ketika MPR mengeluarkan Nomor : VI / MPR / 2000 tentang peran TNI dan peran POLRI. Ketetapan tersebut kemudian menjadi paradigma bagi penyelenggara peran TNI dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara. Kondisi peratuan dan kesatuan bangsa yang telah mengalami goncangan menurut TNI untuk bersama-sama komponen bangsa Lainnya mencari solusi terbaik dengan mewujudkan perannya secara profesional. Secara katagoris peran TNI diatur sebagai berikut :

a. TNI merupakan alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. TNI sebagai alat pertahanan negara, bertugas pokok menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang – undang Dasar 1945, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

c. TNI melaksanakan tugas negara dalam penyelenggaraan wajib militer bagi warga negara yang diatur dalam undang-undang.

Sebagai alat pertahanan negara, TNI bertugas pokok menegakkan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dan melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara serta melaksanakan tugas dalam menyelenggarakan wajib militer bagi warga negara merupakan bussiner core TNI pada masa mendatang.

10. Pengamanan Batas Negara. Masalah wilayah perbatasan negara merupakan salah satu persoalan keamanan yang krusial bagi setiap negara berdaulat karena ancaman keamanan dapat datang dari luar dan melalui wilayah perbatasan. Ancaman ini dapat berupa agresi, aktivitas intelijen, blokade, pencurian aset dan sumber daya alam, penyebaran penyakit dan sebagainya. Signifikasi tersebut menuntut negara untuk memiliki strategi penanganan wilayah perbatasan negara yang komprehensif untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman yang berasal dari wilayah perbatasan negara. Sebagai negara berdaulat, Indonesia tentunya juga memiliki strategi perbatasan untuk mengantisipasi berbagai potensi ancaman yang mungkin terjadi. Namun beberapa melihat banyaknya kasus dan ancaman keamanan yang terjadi di wilayah perbatasan negara, seperti sengketa perbatasan, penyelundupan dan pelanggaran kedaulatan, tampaknya terdapat sejumlah persoalan di sana. Awalnya, persoalan pengelolaan wilayah perbatasan negara hanya menjadi salah satu isu sensitif politik dan pertahanan, terutama dalam hal mempengaruhi kerjasama atau ketegangan bilateral antara dua negara yang memiliki wilayah berbatasan langsung. Seiring dengan perkembangan zaman, sensitivitas isu-isu pengelolaan wilayah perbatasan Negara juga menjadi problem multilateral dan bahkan internasional, dimana kemajuan tekonologi dan beroperasinya kepentingan negara dan korporasi yang lintas negara memungkinkan

intervensi sejumlah pihak yang lebih luas melalui perbagai mekanisme internasional.

Sementara di masa kini, dibutuhkan suatu kemajuan dalam kearifan dan kemampuan mendeteksi ancaman, membangun strategi pengelolaan dan pertahanan serta mengatasi ancaman-ancaman tersebut dengan lebih elegan, konstitusional dan tunduk pada ketentuan-ketentuan internasional. Bagaimanapun pilihan pengerahan kekuatan bersenjata pada saat-saat genting dalam sebuah negara modern yang demokratis, termasuk dalam mengatasi persoalan perbatasan merupakan alternatif terakhir (last resort), semata-mata untuk kepentingan pertahanan Negara dan ditujukan untuk memulihkan kembali kondisi damai.

11. Persoalan di Perbatasan. Persoalan-persoalan terkait wilayahp perbatasan negara tidak lepas dari ancaman-ancaman terhadap kedaulatan, warga Negara atau penduduk negara, serta wilayah negara. Faktor kedaulatan terkait dengan ancaman terhadap otoritas yang dimiliki negara untuk mengatur dirinya sendiri, memanfaatkan sumber daya alam dan buatan yang dimiliki, dan mendapatkan pengakuan (recognition) internasional sebagai sebuah negara berdaulat. Sehingga segala upaya untuk menghilangkan dan melanggar kedaulatan tersebut harus dipandang sebagai ancaman terhadap negara. Faktor warganegara terkait dengan ancaman atas keselamatan atau jaminan terpenuhinya hak dasar setiap individu. Sementara faktor wilayah terkait dengan ancaman atas keutuhan wilayah, yang berupa tanah, air dan udara, yang menjadi milik sebuah negara. Ketiga faktor ini bersifat saling terkait dan tidak dapat saling dinegasikan. Ancaman terhadap kedaulatan berarti pula ancaman terhadap hak dasar warganegara dan keutuhan wilayah. Sebaliknya pun demikian, ancaman terhadap hak dasar warganegara merupakan pula ancaman terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah.

Berdasarkan pendekatan sumber ancaman, maka ancaman dapat dibagi ke dalam tiga tipe yaitu ancaman internal, ancaman eksternal dan ancaman internaleksternal. Ancaman internal adalah ancaman yang berasal dari dalam negara, seperti pemberontakan dan konflik komunal. Sementara ancaman eksternal adalah ancaman yang berasal dari luar negara, yang seringkali diidentikan dengan ancaman dari negara lain atau negara musuh. Sementara ancaman internal-eksternal merupakan ancaman yang tidak dapat dipastikan secara tepat sumbernya, seperti serangan terorisme global. Ketiga ranah ancaman tersebut tidak berdiri terpisah satu dengan yang lainnya melainkan saling terkait membentuk jaring-jaring ancaman.

Ancaman keamanan di wilayah perbatasan negara Indonesia dapat dibagi ke dalam dua kategori yaitu, ancaman yang berasal dari aktor non-negara dan ancaman yang berasal dari Negara. Ancaman dari Aktor Non dapat berupa Penyelundupan,Pencurian SDA, Perompakan sedangkan aancaman dari actor Negara dapat berupa Agresi, Konflik Perbatasan, Pelanggaran kedaulatan, Aktivitas Intelijen asing. Penyelundupan senjata kecil dan ringan atau small arms & light weapons (SALW) kedaerah-daerah konflik di Indonesia merupakan salah satu contoh penyelundupan yang terjadi di perbatasan Indonesia. Seperti halnya saat konflik terjadi di Poso sejumlah senjata-senjata ilegal beredar secara luas. Senjata ilegal yang beredar di Poso terdiri dari berbagai jenis diantaranya M-16, AK-47, MK-3, FN-45, M1 Garand, karabin M1, SKS dan FN Minimi. Senjata-senjata ilegal tersebut berasal dari Filipina dan Malaysia dimana serah terima senjata dilakukan di tengah-tengah Laut Sulawesi yang sulit dipantau oleh aparat

Negara Indonesia juga memiliki persoalan pencurian SDA di laut, yaitu pencurian ikan (illegal fishing). FAO (Food and Agriculture Organization) memperkirakan Indonesia memperoleh kerugian mencapai Rp. 30 triliun/tahun. Dengan estimasi tingkat kerugian sekitar 25 persen dari total potensi perikanan yang dimiliki Indonesia sebesar 1,6 juta ton per tahun. Laut Cina Selatan, Perairan Sulawesi bagian utara dan Laut Arafura merupakan tempat yang sering menjadi tindakan pencurian ikan oleh kapal-kapal asing yang sebagian besar berasal dari China, Thailand dan Filipina.

Sementara dari kategori pelaku, perompakan di Asia Tenggara dapat dibagi kedalam tiga jenis, yaitu pertama, perompakan yang dilakukan oleh kelompok yang terorganisir dan bekerja sangat profesional. Perompak jenis ini memiliki jaringan yang luas di kawasan Asia Tenggara. Dalam aktivitasnya, kelompok ini akan mengambil alih kapal yang dirompak dan dibawa ke negara-negara tertentu guna diganti identitasnya dan dijual kepada pihak ketiga. Kedua, perompakan dilakukan oleh kelompok-kelompok separatis. Tujuannya untuk mencari perhatian internasional sekaligus mencari dana bagi aktivitas separatisme yang dilakukan. Ketiga, perompakan yang dilakukan oleh penduduk di sekitar Selat Malaka. Kelompok ini hanya merompak kapal dan mengambil barang-barang milik anak buah kapal untuk dijual.

Dari sisi ancaman dari negara, persoalan perbatasan Indonesia didominasi oleh

masalah sengketa perbatasan dan pelanggaran kedaulatan oleh negara asing. Hingga saat ini Indonesia masih memiliki sejumlah sengketa perbatasan yang belum terselesaikan dengan negara-negara tetangga. Penentuan batas maritim Indonesia-Malaysia di beberapa bagian wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati kedua negara. Demikian pula dengan perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. Perbatasan Indonesia-Filipina belum adanya kesepakatan tentang batas maritim antara Indonesia dengan Filipina di perairan utara dan selatan Pulau Miangas, menjadi salah satu isu yang harus dicermati. Perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mengacu pada Perjanjian RI-Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997. Penentuan batas yang baru RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor perlu dibicarakan secara trilateral bersama Timor Leste. Perbatasan Indonesia-Papua telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim. Namun ada beberapa kendala budaya yang dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di

kemudian hari. Perbatasan Indonesia-Vietnam, Wilayah perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di Vietnam yang berjarak tidak lebih dari 245 mil, memiliki kontur landas kontinen tanpa batas benua, masih menimbulkan perbedaan pemahaman di antara ke dua negara. Pada saat ini kedua belah pihak sedang melanjutkan perundingan guna menentukan batas landas kontinen di kawasan tersebut. Perbatasan Indonesia-India, perbatasan kedua negara terletak antara pulau Rondo di Aceh dan pulau Nicobar di India. Batas maritim dengan landas kontinen yang terletak pada titik-titik koordinat tertentu dikawasan perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah disepakati oleh kedua negara. Namun permasalahan di antara kedua negara masih timbul karena sering terjadi pelanggaran wilayah oleh kedua belah pihak, terutama yang dilakukan para nelayan Perbatasan Indonesia‐Republik Palau Sejauh ini kedua negara belum sepakat mengenal batas perairan ZEE Palau dengan ZEE Indonesia yang terletak di utara Papua sehingga sering timbul perbedaan pendapat tentang pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh para nelayan kedua belah pihak.

Sementara Buku Utama Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara: Prinsip dasar, Arah Kebijakan, Strategi dan Program Pembangunan yang dikeluarkan oleh Bappenas tahun 2006 menyebutkan bahwa garis batas darat antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan sepanjang 2.000 kilometer hingga saat ini belum tuntas dan masih menyisakan 10 permasalahan utama yang belum diselesaikan. Untuk perbatasan laut, kawasan perairan yang menjadi sengketa dengan negaranegara tetangga mencakup: terkait dengan Zona Ekonomi Ekslusif (bersengketa dengan Malaysia, Filipina, Republik Palau, Papua Nugini, Timor Leste, India, Singapura, dan Thailand), terkait dengan Batas Laut Teritorial (Timor Leste dan Malaysia-Singapura), serta terkait dengan Batas Landas Kontinen (Vietnam, Filipina, Republik Palau, dan Timor Leste). Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 78/2005 menyebutkan bahwa pulau-pulau kecil terdepan di Indonesia mencapai jumlah 92 Pulau dan berbatasan dengan beberapa Negara, yakni Malaysia (22 pulau), Vietnam (2 pulau), Filipina (11 pulau), Singapura (4 pulau), Australia (23 Pulau), Timor Leste (10 pulau) dan India (12 pulau). Pulau-pulau ini rawan bagi terjadinya sengketa perbatasan karena posisi pulau-pulau tersebut sebagai titik dasar pengukuran wilayah batas Indonesia dengan negara lain. Namun dari sejumlah permasalahan perbatasan dengan negara-negara tetangga tersebut, permasalahan dengan Malaysia merupakan yang paling sering terjadi.

Pelanggaran wilayah udara Indonesia oleh pihak asing juga terjadi. Di tahun 1993 sebuah F-18 Hornet AS dipergoki melintas di atas Perairan Biak oleh F-16 Indonesia. Sepanjang 1999 hingga 2001 ketegangan antara Indonesia dan Australia seringkali terjadi karena seringnya terjadi penerbangan gelap (black flight) dan penerbangan tanpa izin. Selanjutnya di tahun 2003, 5 pesawat F-18 Hornet AS dipergoki oleh F-16 TNI AU sedang melakukan manuver di barat laut Pulau Bawean.

PENGAMANAN PERBATASAN NEGARA YANG DIHARAPKAN

12. Umum. Terciptanya kondisi keamanan yang kondusif dan komprehensif serta reaktif. Kondisi keamanan seperti itu rasanya masih jauh bisa dicapai bilamana dikaitkan dengan jumlah dan kemampuan fasilitas yang dipunyai saat ini, sehingga melalui tulisan ini pemantauan dan pengamatan bahkan mungkin pengintaian menggunakan PTA disamping sebagai sarana pemantau target/obyek juga merupakan upaya dalam rangka penekanan psikologis terhadap pihak-pihak tertentu yang ingin memanfaatkan daerah rawan sebagai jalur transportasinya. Hal ini perlu segera dilakukan mengingat bahwa persyaratan maupun resiko yang ditimbulkan dari pemanfaatan PTA relatif kecil, sedangkan tingkat maupun frekuensi pelanggaran semakin tinggi, disisi lain gambaran kesiapan sarana pendukung lainnya yang memadai belum bisa diperkirakan kapan dapat terwujud, maka seyogyanya alternatif pemanfaatan PTA yang mempunyai tingkat keamanan dan pengamanan tinggi (misalnya menggunakan parasut dalam situasi darurat) serta penyiapan personil profesional dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan prioritas lebih lanjut.

13. Upaya Penanganan di Perbatasan. Untuk mengatasi persoalan-persoalan perbatasan tersebut pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah upaya. Pertama, menuntaskan sejumlah perundingan perbatasan dengan negara-negara tetangga agar Indonesia memiliki garis batas yang jelas dan diakui oleh masyarakat internaisonal. Upaya ini telah menghasilkan kemajuan seperti kesepakatan yang dicapai oleh pemerintah Indonesia dan Singapura tahun 2009 ini. Kesepakatan ini merupakan kesepakatan lanjutan setelah kesepakatan pertama di tahun 1973. Dalam penandatanganan kesepakatan terbaru ini batas laut yang disepakati adalah batas antar negara di perairan Pulau Nipa dan Pulau Tuas, sepanjang 12,1 kilometer. Selain itu, Indonesia dan Singapura juga sepakat untuk merundingkan batas laut wilayah Timur I dan II, yakni antara Batam dengan Changi, dan Bintan dengan South Ledge (Middle Rock). Kedua, pemerintah menambah sejumlah pos pengamanan baru di perbatasan serta merelokasi pangkalan-pangkalan TNI AL ke titik-titik terdepan wilayah Indonesia. Selain merelokasi pangkalan TNI AL, pemerintah juga berencana untuk meningkatkan status pangkalan-pangkalan TNI AL yang ada di pulau-pulau terdepan dari Lanal C menjadi Lanal B seperti Lanal Pulau Ranai di Kepulauan Natuna dan Lanal Tahuna di Kepulauan Sangihe Talaud. Ketiga, melakukan operasi pengawasan di wilayah perbatasan oleh instansi terkait, seperti polisi, TNI, DKP.

14. Pembangunan Wilayah Perbatasan. Pembangunan wilayah perbatasan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Wilayah perbatasan mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional, hal tersebut ditunjukkan oleh karakteristik kegiatan antara lain :

a. Mempunyai dampak penting bagi kedaulatan negara.

b. Merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.

c. Mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan di wilayah lainnya yang berbatasan dengan wilayah maupun antar negara.

d. Mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, baik skala regional maupun nasional.

Ketahanan wilayah perbatasan perlu mendapatkan perhatian secara sungguh-sungguh karena kondisi tersebut akan mendukung ketahanan nasional dalam kerangka NKRI. Keamanan wilayah perbatasan mulai menjadi concern setiap pemerintah yang wilayah negaranya berbatasan langsung dengan negara lain. Kesadaran akan adanya persepsi wilayah perbatasan antar negara telah mendorong para birokrat dan perumus kebijakan untuk mengembangkan suatu kajian tentang penataan wilayah perbatasan yang dilengkapi dengan perumusan sistem keamanannya. Hal ini menjadi isu strategis karena penataan kawasan perbatasan terkait dengan proses nation state building terhadap kemunculan potensi konflik internal di suatu negara dan bahkan pula dengan negara lainnya (neighbourhood countries). Penanganan perbatasan negara, pada hakekatnya merupakan bagian dari upaya perwujudan ruang wilayah nusantara sebagai satu kesatuan geografi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan (Sabarno, 2001) .

15. Strategi Pengembangan Daerah Perbatasan. Penyusunan Peraturan Perundang-undangan. Konsepsi pengelolaan perbatasan negara merupakan “titik temu” dari tiga hal penting yang harus saling bersinergi, yaitu:

a. Politik Pemerintahan Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dalam wadah NKRI.

b. Pelaksanaan otonomi daerah yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, terutama masyarakat di daerah-daerah.

c. Politik luar negeri yang bebas-aktif dalam rangka mewujudkan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Oleh sebab itu dalam penyusunan peraturan perundang-undangan harus selalu memperhatikan dan berdasarkan tiga hal tersebut di atas.

Pembentukan Kelembagaan Khusus menangani Masalah Perbatasan. Persoalan pengelolaan perbatasan negara sangat kompleks dan urgensinya terhadap integritas negara kesatuan RI,sehingga perlu perhatian penuh pemerintah terhadap penanganan hal-hal yang terkait dengan masalah perbatasan, baik antar negara maupun antar daerah. Pengelolaan perbatasan antar negara masih bersifat sementara (ad-hoc) dengan leading sektor dari berbagai instansi terkait. Pada saat ini, lembaga-lembaga yang menangani masalah perbatasan antar negara tetangga adalah:

a. General Border Committee RI-PNG diketuai oleh Panglima TNI.

b. Join Border Committee RI-PNG (JBC) diketuai oleh Menteri Dalam Negeri.

c. Join Border Committee RI-UNTAET (Timtim) diketuai oleh Dirjen Pemerintah Umum Departemen Dalam Negeri.

d. Join Commisison Meeting RI – Malaysia (JCM) diketuai oleh Departemen Luar Negeri yang sifatnya kerjasama bilateral.

Dalam penanganan masalah perbatasan agar dapat berjalan secara optimal perlu dibentuk lembaga yang dapat berbentuk :

a. Forum/setingkat Dewan dengan keanggotaan terdiri dari pimpinan Institusi terkait. Dewan dibantu oleh sekretariat Dewan. Bentuk ini mempunyai kelebihan dan penyelesaian masalah lebih terpadu dan hasilnya lebih maksimal, karena didukung oleh instansi terkait. Sedangkan kelemahannya tidak operasional, keanggotaan se-ring berganti-ganti, sehingga kurang terjadi adanya kesinambungan kegiatan.

b. Badan (LPND) yang mandiri terlepas dari institusi lain dan langsung di bawah presiden. Bentuk ini mempunyai kelebihan bersifat otonom, hasil kebijakannya bersifat operasional dan personil terdiri dari sumber daya manusia yang sesuai dengan bidang kerjanya. Sedangkan kelemahannya dapat terjadi pengambil-alihan sektor, sehingga kebijakan yang ditetapkan kurang didukung oleh sektor terkait.

Sedangkan lembaga dan strategi yang disusun sekiranya dapat menelorkan hal-hal sebagai berikut :

a. Mewujudkan sabuk pengaman (koridor). Dalam menjaga kedaulatan Negara dan keamanan. Untuk lebih mewujudkan keamanan negara RI Khususnya di wilayah perbatasan dengan negara tetangga perlu diciptakan sabuk pengaman yang berfungsi sebagai sarana kontrol dimulai dari titik koordinat ke arah tertentu sepanjang perbatasan.

b. Penyusunan Program Secara Komprehensif dan Integral. Penyusunan program secara integral dan komprahensif dalam hal ini melibatkan sektor-sektor yang terkait dalam masalah penanganan perbatasan, seperti masalah kependudukan, lalu lintas barang/perdagangan, kesehatan, ke-amanan, konservasi sumber daya alam.

c. Penataan batas negara dalam upaya memperkokoh keutuhan integritas NKRI. Penataan batas seperti yang telah diuraikan di atas berupa batas fisik baik batas alamiah ataupun buatan. Dengan kejelasan batas-batas tersebut akan memperjelas kedaulatan fisik wilayah negara RI.

d. Pembangunan Ekonomi dan Percepatan Pertumbuhan Perekonomian Perbatasan Berbasis Kerakyatan. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan ketahanan di daerah perbatasan. Kualitas sumber daya manusia ataupun tingkat kesejahteraan yang rendah akan mengakibatkan kerawanan terutama dalam hal yang menyangkut masalah sosial dan pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas nasional secara keseluruhan.

Oleh sebab itu perlu adanya peningkatan taraf hidup masyarakat di daerah perbatasan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam usaha pertumbuhan perekonomian perbatasan yang berbasis kerakyatan antara lain:

a. Potensi sumber daya alam setempat

b. Kelompok swadaya masyarakat.

Sedangkan bentuk usaha percepatan pertumbuhan perekonomian perbatasan yang berbasis kerakyatan antara lain:

a. Penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat adat/kelompok-kelompok swadaya masyarakt yang sudah ada.

b. Pemberdayaan, pendampingan dan penguatan peran serta perempuan dalam kegiatan perekonomian atau sosial.

c. Pengembangan wawasan kebangsaan masyarakat di kawasan perbatasan.

d. Menghidupkan peran lembaga keungan mikro dalam peningkatan pertumbuhan perekonomian.

e. Identifikasi potensi dan pengembangan sektor-sektor unggulan di daerah perbatasan.

16. Sistem Keamanan Perbatasan. Bentuk sistem keamanan perbatasan harus jelas, hubungan antara lembaga satu dengan yang lain dan pelaksana dilapangan serta mekanisme pengamanan harus tertata dengan rapi sehingga tidak menimbulkan kerancuan dalam pengambilan keputusan. Semua prosedur dan mekanisme yang telah dibuat harus ditepati. Hal-hal yang dapat dijelaskan dalam sistem pertahanan sebagai berikut :

a. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penataan sistem keamanan perbatasan Indonesia dengan negara tetangga antara lain adalah Geografi, letak geografi Indonesia sangat strategis, karena berada di jalur perdagangan internasional. Hal-hal penting yang berkaitan dengan letak geografi antara lain :

1) Di wilayah laut, berbatasan dengan 10 negara (India,Malaysia, Singapura,Thailand, Vietnam, Philipina, Palau, PNG, Australia,Timor Leste).

2) Di wilayah darat, berbatasan dengan 3 negara (Malaysia,PNG dan Timor Leste).

3) Jumlah pulau 17.508, panjang pantai 80.791 Km, luas wilayah termasuk ZEE 7,7 juta Km lautan 5,8 juta Km.

4) Perbandingan luas wilayah darat dan laut adalah 1 : 3.

b. Sumber kekayaan alam di perbatasan perlu mendapatkan pe-ngamanan/perhatian serius yang meliputi :

1) Potensi pertambangan umum/migas

2) Potensi kehutanan

3) Potensi kehutanan/perkebunan

4) Potensi perikanan

PESAWAT TANPA AWAK

17. Umum. Pesawat tanpa awak adalah pesawat terbang yang dipiloti dari jarak jauh menggunakan remote kontrol/sensor, apabila pengendalian menggunakan remote kontrol, daya jelajah pesawat masih sangat terbatas dengan jangkauan mata telanjang. Sedangkan bila menggunakan sistem sensor yang canggih seperti program autopilot, pesawat dapat digunakan lebih jauh lagi karena pengendaliannya dapat melalui monitor. Pada dekade terakhir telah beberapa kali dipamerkan perkembangan dan manfaat Pesawat Tanpa Awak (PTA) yang dibuat oleh pemerintah maupun swasta dengan tingkat kemampuannya masing-masing, termasuk hasil kerjasama antara swasta dengan Departemen Pertahanan saat itu. PTA, diciptakan dengan tujuan didapatnya faktor efisiensi, ekonomis dan keamanan, sehingga dengan ketiga faktor tersebut diharapkan dapat di manfaatkan dalam berbagai bidang kebutuhan antara lain kehutanan, pertanian, pemetaan, pengintaian dan bahkan penyerangan dan lain-lain yang banyak membutuhkan biaya dan jiwa manusia. Tentu saja hal ini cocok juga untuk pengamanan wilayah perbatasan Negara yang setiap saat ada pelanggaran batas baik dilakukan oleh masyarakat maupun Negara tetangga.

Di lingkungan Departemen Pertahanan dan TNI kecenderungan pemikiran akan pemanfaatan PTA selama ini masih berkisar kepada pengamatan, pengintaian dan target drone serta wacana untuk mampu membawa amunisi dalam rangka membantu dalam operasi pertem-puran, namun pengamatan dan pengintaian seperti apa dan dilaksanakan dengan cara bagaimana serta sejauh mana kesiapan operasi dan personil pendukungnya hampir jarang diperhitungkan. Pengamatan dan pengintaian serta target drone adalah suatu kegiatan yang harus terus menerus dilakukan secara periodik didukung dengan kesiapan dan tenaga yang profesional serta siap setiap saat diperlukan.

18. Sejarah Perkembangan Pesawat Terbang. Pada hakekatnya manusia memilih yang enak dan menghindari yang susah, maka manusia selalu berusaha menciptakan alat peralatan yang mampu membantu kerja manusia. Termasuk juga pesawat terbang, dari tahun ketahun, zaman kezaman selalu ada perkembangan yang baru dan inovatif. Berikut sekilas perkembangan pesawat terbang dari zaman ke zaman.

a. Manusia Purba : Yunani , India , China
b. Abad 15 Leonardo da Vinci — melukis Helikopter
c. Abad 18 Mongolfier — Balon udara
d. Akhir abad 19 Otto Lilienthal — pesawat tanpa motor
e. Awal abad 20 Wilbur & Orville Wright — pesawat terbang awal
f. Era perang dunia I — pesawat tempur Jerman, Inggris
g. Tahun 1939 Jerman memperkenalkan jet sebagai penggerak pesawat
h. Era perang Dunia II — pesawat tempur
i. Era modern — Perkembangan sangat pesat
j. Pesawat Supersonic — melebihi kecepatan suara

k. Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) : RPV , UAV , UCAV

19. Dephan dan Pesawat Tanpa Awak. Dalam tahun anggaran 2000, Balitbang Dephan telah bekerjasama dengan swasta dalam melaksanakan penelitian pemanfaatan teknologi PTA seri SS-5 yang dikendalikan dengan menggunakan Radio Control (RC) standar aeromodeling untuk mendukung pertahanan negara, tahun 2003 melaksanakan kajian tentang Penerapan Teknologi GPS Tracking Dalam Sistem Autonomous/Terbang Terprogram Untuk Pesawat Tanpa Awak dalam rangka mendukung pertahanan negara, Tahun 2003 Ditjen Ranahan Dephan melakukan kesepakatan kerjasama dengan swasta tentang Program Produksi dan Pengem-bangan Pesawat Tanpa Awak dan Target Drone serta Kontrak jual beli tentang Pengadaan Unit Uji Pesawat Tanpa Awak (PTA) SS-5 dalam rangka untuk memanfaatkan teknologi PTA sebagai salah satu upaya alternatif memperkuat jajaran sistem pertahanan Indonesia. Tahun 2004 melakukan pendidikan dan pelatihan teknisi dan pilot selama 3 (tiga) bulan di Lapangan terbang Sulaiman Bandung.

Dengan SS-5-nya telah berhasil menerbangkan hampir sejauh 12 km menggunakan autonomous yang disaksikan oleh Menteri Pertahanan dan pejabat tinggi militer lainnya di Sentul Jawa Barat, oleh UAVINDO dikembangkan jenis CR-10 mampu untuk pemantauan dan pengintaian dan terbang dengan modus UAV maupun RPV, maksimal terbang sejauh 120 km, lama waktu 4-5 jam dengan beban 5kg. Jalur terbang dapat ditentukan pada saat awal penerbangan dengan memasukkan angka-angka koordinat daerah yang akan dituju, titik-titik ini akan membentuk flight waypoint dan operator akan dapat memantau melalui monitor yang terpasang pada Ground Control System (GCS).

20. Pesawat Tanpa Awak di Indonesia. Ada beberapa jenis pesawat tanpa awak yang sudah diproduksi oleh anak bangsa sendiri, diantaranya adalah:

a.Srinti/sriti, pesawat tanpa awak hasil ciptaan putera bangsa ini diperkenalkan pada R&D Ritech Expo 2010. Srinti adalah pesawat kelima yang telah dibuat badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) karena sebelumnya telah ada pelatuk, wulung, gagak, dan alap-alap. Namun, walaupun sudah 5 pesawat tanpa awak yang diciptakan, baru Srinti yang akan diberdayagunakan oleh pemerintah. Pesawat tanpa awak ini rencanya akan digunakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk pengawasan zona laut terluar Indonesia. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi lagi penerobosan kapal-kapal asing. Srinti berbahan bakar methanol seperti yang dipakai di pesawat aero modelling. Jarak pengendalian maksimum Srinti adalah 45 km. Pengendalian pesawat menggunakan Ground Control Station (GCS). GCS terdiri dari remote control yang digunakan saat lepas landas dan mendarat. Saat di udara Srinti bergerak autonomus, sesuai titik-titik yang telah ditentukan di komputer. Pergerakan peswat ini menggunakan software Dynamic c# dengan prosesor Rabbit 4000 yang telah dikembangkan oleh tim BPPT.

b. Puna. Banyak kemajuan pesat dari perkembangan PUNA sampai dengan saat ini, salah satunya kemampuan terbang terintegrasi (oto-pilot). Dimana heading, bearing, ketinggian dan lain sebagainya bisa di input-by-system kedalam 'otak' Puna. Selain itu unit Ground-Control-station juga mampu mengendalikannya secara manual hingga melewati garis batas horison, sekitar 40-60Km. Pada tahun 2009, jarak jangkau PUNA ditingkatkan hingga mencapai 120Km dengan ketinggian operasional hingga 2.300 meter.
Berkat kemampuannya ini Puna dikatakan cocok untuk misi pengintaian, pemotretan atau kegiatan militer lainnya. Puna ditenagai oleh mesin 'Limbach' buatan Jerman berbahan bakar Oktan tinggi (Pertamax Plus), dengan kapasitas tangki hingga 40 liter. Dalam uji cobanya, untuk 1 jam terbang memerlukan Konsumsi bahan bakar sekitar 9liter.

c. Smart Eagle. Produk UAV PT.ATI lebih dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan Militer, seperti : real-time-intelegence, surveillance, reconnaissance, target acquisition, artilery support dan lainnya. Salah satu andalannya adalah TUAV Smart Eagle II (SE II). TUAV Smart Eagle II Berbeda dengan pendahulunya, SE II jauh lebih baik performanya bahkan dengan PUNA sekalipun. Jarak jangkau operasionalnya mencapai 150Km dari Base-station. Begitu pula desain, sistem komunikasi dan kendali, mobilitas, payload, operational-cost serta sangat mudah pengoperasiannya. Secara garis besar UAV pisahkan dalam tiga bagian, yakni wahana udara (air vehicle), muatan (payload), dan stasiun pengendali (ground control station). Ketiga bagian ini kini makin disempurnakan, terutama dalam hal engine dan perangkat elektronisnya. SE II menggunakan mesin 2 tak berdiameter 150cc, dengan tingkat kebisingan rendah. Untuk kapasitas tangki penuh bahan bakar SE II mampu terbang hingga 6 jam. Perangkat elektronispun tak kalah lengkapnya, selain perangkat avionik penerbangan SE II juga dilengkapi dengan color TV camera dengan kapabilitas pembesaran gambar yang lebih baik dan jelas. SE II juga mampu beroperasional di malam hari dengan menggunakan Thermal Imaging System (TIS) Camera untuk opsi penginderaannya. Panjang badan SE II mencapai 3,6 meter, rentang sayap 4,8 meter dan tinggi (dari permukaan tanah hingga ujung sirip ekor sekitar 1 meter. Dengan bobot kosong 65Kg dan bobot maksimum tinggal landas (maximum take-off weight) 100Kg, dengan mengusung beban muatan seberat 20Kg. Tempo terbang SE II mencakup dua jam menuju dan pulang dari tempat operasi serta empat jam untuk beraksi. Bermodal bahan bakar bensin sebanyak 20 liter/ 15Kg, SE II mampu terbang setinggi 30Km dengan kecepatan jelajah normal (cruise speed) 120Km/jam. Namun dalam kondisi darurat kecepatan terbang SE II dapat digenjot hingga 150Km/jam agar bisa menjangkau lokasi sejauh 300 kilometer.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

21. Umum. Pemanfaatan pesawat tanpa awak untuk mengamankan perbatasan sudah lama dikaji, mulai dari pemilihan jenis pesawat, daerah operasi pesawat, sampai dengan anggarannya. Semua memerlukan waktu dan pemikiran yang tidak singkat. Teknologi pesawat tanpa awak diluar negeri telah berkembang pesat, dan ada beberapa tetangga Negara yang sudah menggunakan pesawat tanpa awak untuk patroli perbatasan.

22. Faktor Eksternal.

a. Peluang. Dalam pemantauan ketiga wilayah perbatasan seperti Irian, Kalimantan dan NTT diperlukan kerjasama dengan institusi terkait seperti Departemen Kehutanan, Pertanian, satuan teritorial wilayah setempat dan kemungkinan peluangnya terhadap institusi terkait. Dalam rangka meningkatkan ketahanan dan keamanan nasional, kerjasama tersebut perlu dilakukan dalam upaya mendukung kepentingan berbagai pihak dan penghematan biaya sekaligus hasilnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dan keputusan bersama dan atau sesuai tingkat kepentingannya masing-masing. Manfaat dari hasil kerjasama tersebut dapat berdampak langsung maupun tidak langsung
bagi Departemen Pertahanandan TNI antara lain:

1) Dampak Langsung

- Mempunyai data foto udara resolusi tinggi secara rutin dan terjadwalkan.

- Melatih personil Dephan/TNI setempat.
- Kemampuan dan kualitas PTA
- Dapat merupakan masukan bagi pengembangan PTA kearah yang lebih cocok dan baik.
- Didapatnya informasi akurat yang terkait dengan permasalahan dan medan daerah perbatasan.
- Diperoleh gambaran kecenderungan gejolak perubahan manusia dan lingkungan secara berkesinambungan.
- Merupakan tolok ukur keberhasilan hasil penelitian dan pengembangan PTA.

2) Dampak Tidak Langsung

- Memotivasi pemanfaatan PTA pada bidang lain.
- Memasyarakatkan pemanfaatan PTA
- Penekanan psikologis bagi pihak-pihak tertentu.
- Merupakan bagian dari kegiatan patroli
- Didapatnya informasi lain yang terkait dengan pertahanan dan keamanan.
- Penghimpunan database terhadap berbagai informasi penting lainnya.
- Kemungkinan munculnya investor
- Merupakan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah guna melaksanakan program pembangunan kedepan.

b. Kendala. Salah satu tolok ukur keberhasilan hasil suatu penelitian dan pengembangan kajian terapan adalah dengan melaksanakan uji fisik dan fungsi secara terus menerus sesuai spesifikasinya, sehingga kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan baik secara teori maupun praktek. Pelaksanaan uji membutuhkan waktu, tenaga dan biaya serta kesempatan, sehingga sangat penting artinya penentuan skala prioritas dalam merealisasikan tujuan yang diharapkan. Teknologi sangat bermanfaat bila dapat dipahami, dimanfaatkan dan dirasakan langsung oleh pemakai, sebaliknya secanggih apapun teknologi tersebut akan kurang bermanfaat bila tidak didukung oleh personil yang memadai. Dengan demikian peranan personil sangat menentukan jenis teknologi apa dan kapan dapat dimanfaatkan. Untuk itu perlu dipersiapkan terlebih dahulu penguasaan dan pemahaman terhadap personil pendukung tentang teknologi yang akan dipakai.

23. Faktor Internal.

a. Kekuatan.

1) Pilihan pesawat tanpa awak. Banyak pilihan pesawat tanpa awak baik produksi anak negeri maupun luar negeri. Ada PTA smart eagle produksi dalam negeri yang dapat digunakan oleh militer.

2) Kelebihan dalam PTA. Banyak kelebihan yang dimiliki oleh PTA, selain tidak memerlukan seorang pilot yang menanggung resiko besar, PTA juga mempunyai suara yang pelan sehingga tak terdengar oleh manusia dibawah. PTA juga mampu terbang rendah untuk mengambil detail yang direkam. Selain itu, biaya produksi masih lebih rendah dibanding dengan wahana satelit maupun pesawat udara untuk kepentingan surveyland.

3) Dukungan dari berbagai pihak. Banyak dukungan dari berbagai pihak, seluruh rakyat Indonesia berharap segera diwujudkan penggunaan pesawat tanpa awak untuk kepentingan Nasional agar negara tidak selalu dilecehkan oleh bansa lain.

4) Integrasi berbagai sensor dan senjata. Integrasi yang dapat dipasangkan dalam pesawat tanpa awak antara lain GPS, sensor optik, sensor radar dan senjata untuk menyerang maupun mempertahankan diri. Apabila dirasa perlu dapat juga dipasang bom untuk meledakan suatu tempat.

5) Luasnya area perbatasan. Luasnya area perbatasan sudah lama menanti kedatangan sang pengawas yang mampu mengamankan seluruh sumberdaya yang ada diatas permukaan maupun yang dibawah permkaan tanah dari tangan-tangan jahil.

b. Kelemahan.

1) Kecepatan dan jarak. Untuk produksi dalam negeri masih terkendala pada kecepatan yang masih rendah berkisar pada 100-120km perjam, hal ini dapat membahayakan pesawat itu sendiri apabila diketahui oleh musuh. Jarak yang dapat ditempuh masih berkisar 45-100km dengan konsumsi bahan bakar yang masih boros sehingga mempengaruhi lamanya pesawat itu terbang.

2) Perawatan. Semakin banyak alat yang diitegrasikan kedalam pesawat, semakin mahal biaya perawatan. Selain perawatan pesawat, juga diperlukan perawatan Sistem ground Kontrol yang merupakan ruang kendali pesawat.

3) biaya. Biaya yang perlu dikeluarkan tidak hanya pada biaya perawatan saja, namun biaya pembelian dan personil tidak bisa dikatakan kecil, untuk itu pada masa negara yang masih kesulitan pendanaan, masalah ini menjadi besar untuk segera terealisasinya penggunaan PTA.

4) Area patroli. Area patroli yang begitu luas memerlukan banyak pesawat tanpa awak. Minimal harus ada 3 (tiga) skuadron di Indonesia untuk mengkover wilayah perbatasan Indonesia khusus perbatasan darat, yaitu Indonesia-Malaysia, Indonesia-RDTL dan Indonesia-Papa Nugini.

PESAWAT TANPA AWAK UNTUK MENGUMPULKAN DATA

GEOSPATIAL INTELIGEN DI PERBATASAN

24. Umum. Berbagai pelanggaran diperbatasan negara dikarenakan lemahnya pengaman dan terbatasnya jmlah personil yang menjaga perbatsan. Untuk meningkatkat pengamanan perbatasan dan efiensi baik anggaran, waktu, dan tenaga maka pemanfaatan pesawat tanpa awak dapat menjadi solusi dari masalah tersebut. Para pelanggar perbatasan baik dari negara maupun non negara melakukan aktivitasnya jauh dari pantauan para aparat. Mereka dengan leluasa melakukan itu karena mereka tahu bahwasanya Indonesia belum mempunyai wahana yang dapat memantau gerak-gerik mereka. Mengingat pentingnya pengamanan perbatasan maka pada tahun 2011, TNI bermaksud akan membuka skadron pesawat tanpa awak dibandara Supadio, di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

25. Patroli Tugu Perbatasan. Tugas wajib yang dilaksanakan oleh prajurit digaris depan pada perbatasan negara di darat salah satunya berpatroli mengamankan perbatasan beserta tugu-tugu batasnya. Setiap hari selama tugas para prajurit mengecek kondisi tugu-tugu perbatasan dengan jangkauan yang terbatas. Dengan menggunakan pesawat tanpa awak, para prajurit akan lebih luas cakupan patrolinya. Para prajurit bertugas selalu siap siaga apabila ada hal-hal yang mencurigakan. Pergeseran tugu batas sering terjadi diwilayah perbatasan RI-Malaysia dikarenakan ada pembalakan hutan dan sumber daya alam. Tugas prajurit agak lebih optimal dengan bantuan data dari pesawat tanpa awak. Prajurit segera menuju tempat kejadian dan mencatat koordinat tugu beserta nomernya untuk dilaporkan ke komando atas. Apabila ada pembalakan liar maka prajurit yang bertugas dapat menyita alat berat berikut alat lainnya yang digunakan untuk membalak hutan. Kadang-kadang tugu batas dipindahkan atau dirusak oleh penduduk untuk membuka lahan. Keberadaan tugu-tugu perbatasan yang berukuran sedang-besar dapat dipantau oleh pesawat tanpa awak karena pesawat tanpa awak dapat terbang rendah dan mengambil gambar maupun video dengan data koordinatnya.

26. Pelanggaran Aktor Non Negara. Pelanggaran aktor non Negara maksudnya pelaku pelanggar batas adalah masyarakat biasa yang bertujuan untuk mencari kekayaan semata. Para pelanggar tidak memiliki motivasi untuk bermusuhan dengan para aparat negara karena yang dikejar hanyalah uang semata. Pelanggaran yang dilakukan para aktor ini bisa berupa penyelundupan, pencurian SDA, dan perampokan. Penyelundupan dapat berupa barang-barang terlarang seperti narkoba, senjata dan bahan peledak. Data-data yang dapat disadap oleh pesawat tanpa awak antara lain, koordinat lokasi kejadian, topografi kejadian, jumlah pelaku, asal negara pelaku, modus operandi, jenis transportasi, jenis senjata yang digunakan, barang apa yang diselundupkan, sumberdaya alam apa yang dicuri, barang apa yang dirampok oleh perompak, kronologi kejadian melalui video dan lain sebagainya. Data-data tersebut kemdian dituangkan kedalam peta dasar dan laporan secara tertulis.

27. Pelanggaran Dari Aktor Negara. Pelanggaran batas yang sering dilakukan oleh negara tetangga yaitu pada saat mereka patroli melampaui batas negara Indonesia. Pelanggaran semacam ini sering terjadi dengan alasan peta yang digunakan berbeda datum dan proyeksinya. Pelanggaran ini bila ters menerus terjadi didepan mata tanpa ada penyelesaiannya akan menggangu kedaulatan negara. Ancaman lain dari negara yang bisa terjadi diperbatasan antara lain agresi militer, konflik perbatasan, pelanggaran kedaulatan dan aktivitas intelijen asing. Dengan pesawat tanpa awak setidaknya akan mengurangi masalah aktivitas inteligen asing dan pelanggaran kedaulatan. Apabila negara tetangga tahu bahwasanya Indonesia banyak mempunyai pesawat tanpa awak maka mereka akan berhati-hati bila akan memasuki wilayah Indonesia dengan demikian kasus-kasus semacam ini akan berkurang lebih banyak. Informasi-informasi yang telah didapat setidaknya dihimpun guna melengkapi data-data inteligen yang diperlukan untuk selanjutnya ditentukan langkah berikutnya. Dengan adanya data awal, akan mempermudah kerja selanjut bagi pengambil keptusan maupun pelaksana dilapangan.

28. Instalasi Geospatial Intelijen. Guna menindak lanjuti data-data yang diperoleh dilapangan diperlukan istalasi khusus untuk menganalis data-data tersebut yang bisa disebut instalasi geospatial inteligen. Hal ini dimaksud agar tidak tercampur dengan masalah-masalah yang lain, instalasi ini hanya mengurusi tentang geospatial inteligen di perbatasan negara. Masalah perbatasan memerlukan porsi sendiri karena sudah sering kali masalah perbatasan muncul kepermukaan dan intesitasnya semakin sering. Dari instalasi ini akan diperoleh Pengkajian analisis intelijen, perkembangan lingkungan strategis, pengolahan dan penyusunan produk intelijen dalam hal deteksi dini untuk mencegah dan menanggulangi gangguan baik dilakukan oleh aktor negara maupun non negara, sehingga terjadi keadaan yang selalu tersedianya informasi yang dibutuhkan, terdeteksinya secara dini potensi ancaman, tantangan, hambatan dan ganggan keamanan nasional. Instalasi ini harus didukung oleh peralatan yang diperlukan termasuk wahana pesawat tanpa awak dan personil-personil yang handal. Insatalasi ini bisa diintergrasikan pada instasi-instansi yang terkait seperti TNI, organisasi-organisasi yang mengurusi perbatasan, departemen dalam negeri, luar negeri, kehutanan, DKP dan lain sebagainya.

PENUTUP

29. Kesimpulan.

a. Masalah perbatasan negara akan menghadapi masalah yang semakin banyak dan semakin kompleks dibandingkan pada masa yang telah lalu. Karenanya, diperlukan konsep dan strategi yang cocok untuk mensolusi masalah perbatasan.

b. Pesawat tanpa awak dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bagian dari solusi masalah perbatasan dalam hal pengumpulan data-data geospatial inteligen di perbatasan negara.

c. Untuk membuat laporan geospatial intelgen yang bagus dan akurat memerlukan data-data yang banyak dari segala aspek, semakin banyak data yang dikumpulkan semakin baik untuk keputusan selanjutnya.

30. Saran

a. Perlu segera untuk mewujudkan skuadron pesawat tanpa awak untuk mengamankan perbatasan negara.

b. Merevisi kembali tentang konsep dan strategi pengaman perbatasan negara yang masih dirasa menghambat dalam percepatan penyelesaian masalah perbatasan negara serta membentuk instalasi geospatial inteligen yang dapat di integrasikan kesemua instansi.

c. Menyiapkan personil yang mempunyai potensi analisa data dan informasi, geospatial inteligen serta grafis yang dapat menuangkanya kedalam bentuk peta, gambar, denah maupun tulisan guna diterjunkan kelapangan medan tugas.

d. Menyelasaikan masalah-masalah batas yang belum selesai sehingga dalam patroli dilapangan akan lebih mudah.

e. Pemerintah berupaya untuk mensejahterakan masyarakat perbatsan negara sehingga timbl perasaan nasionalisme yang kuat dan merasa memiliki negara Indonesia sehingga masyarakat akan melapor cepat ke aparat apabila ada hal-hal yang mencurigakan.

31. Wasanakata. Demikian karangan militer ini dibuat dengan judul Pemanfaatan Pesawat Tanpa Awak Sebagai Pengumpul Data Geospatial Intelijen di Wilayah Perbatasan Negara, semoga berguna untuk memberikan masukan kepada TNI AD umumnya dan Direktorat Topografi khususnya.

Denpasar, Februari 2011

Penyusun

M. Farid Aminudin,SSi.

Kapten Ctp NRP 11030011920479

PEMANFAATAN PESAWAT TANPA AWAK

SEBAGAI PENGUMPUL DATA GEOSPATIAL INTELIJEN

DI WILAYAH PERBATASAN NEGARA

Disusun Oleh :

M. Farid Aminudin, SSi.

Kapten Ctp NRP 11030011920479

Denpasar Tahun 2011



Tidak ada komentar:

Posting Komentar